17 November 2024

Tentu tentang Kultum Singkat sangatlah banyak sekali yang singkat atau pendek yang sangat bisa untuk menjadi bahan acuan apabila kita ingin memberikan sebuah kultum. Tentu hal ini sangatlah bisa membantu kita dalam mencari sumber kajian yang akan kita angkat. Dengan demikian maka sekiranya perlu untuk mencari beberapa bahan yang akan dikaji, agar dalam pengembangan bisa lebih mudah dan dalam kultum singkat nantinya bisa berjalan dengan baik.

Untuk sebuah kultum memang tidaklah begitu membutuhkan terlalu banyak refrensi, sebab kultum singkat tidaklah mempunyai waktu yang sangat panjang dan berliku liku. Tidak seperti ceramah sholat jum’at atau acara pernikahan yang harus membutuhkan banyak sekali refresi dalam pembuatannya. Jadi dalam kultum kali ini kita bisa membuat sebuah materi kultum dengan satu sumber saja, hal ini nantinya bisa diperluas dan dikembangkan lagi menjadi lebih baik.

Baiklah langsung saja mari kita lihat kumpulan kultum singkat yang semoga bisa bermanfaat untuk kita semua.

Kumpulan Kultum Singkat Terbaik Islam 2017

Perintah Menunaikan Zakat Fitrah dalam Al-Quran dan Hadis

Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah :

1. Firman Allah Ta’ala “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat” (Al-A’la: 14-15)

2. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, ia berkata :

” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat ‘Id (hari Raya) ”  (Muttafaq ‘Alaih)

Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha’  (+- 3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam. Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.

Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum shalat ‘Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu
Abbas radhiallahu ‘anhuma :

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.

“Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat ‘Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah shalat ‘Id maka ia adalah sedekah biasa. “(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)

Sebagian ulam berpendapat Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya(*),(*)”’ Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan bahwa zakat fithrah adalah dari lima jenis makanan pokok (Muttafaq ‘Alaih). Dan inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu hlaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.

Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya matahari pada malam ‘Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah)

Makna Filosofis Dibalik Kewajiban Membayar Zakat Profesi
Kewajiban Membayar Zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda. Seseorang yang telah memenuhi syarat-syaratnya dituntut untuk menunaikannya, bukan semata-mata atas dasar kemurahan hatinya, tetapi kalau perlu dengan tekanan penguasa. Pensyari’atan zakat di dalam Islam menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah-masalah kemasyarakatan, terutama nasib orang-orang yang lemah secara ekonominya. Sehingga mendekatkan hubungan kasih sayang antara sesama manusia dalam mewujudkan kata-kata bahwa Islam itu bersaudara, saling membantu, dan tolong-menolong; yang kuat menolong yang lemah, yang kaya membantu yang miskin (baca: pengertian zakat).

Salah satu tujuan zakat terpenting adalah mempersempit ketimpangan ekonomi dalam masyarakat sampai batas yang seminimal mungkin.Tujuannya adalah menjadikan perbedaan ekonomi di antara masyarakat secara adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak semakin kaya (dengan mengeksploitasi anggota masyarakat yang miskin) dan yang miskin tidak semakin miskin.

Makna filosofi yang bisa digali dari adanya kewajiban zakat profesi kiranya mengacu dari garis besar tujuan disyariatkannya zakat. Namun dalam kesempatan lain, kewajiban zakat pada semua hasil kerja profesi menunjukkan tingkat apresiasi yang lebih pada sumber-sumber harta yang wajib dizakati yang muncul di masa setelah Nabi (baca: Hukum Zakat Profesi).

Pengertian filosofis adalah sesuatu yang berhubungan dengan filsafat, sedangkan filsafat yang dimaksud adalah ajaran hukum dan perilaku. Memahami adanya kewajiban membayar zakat profesi, kiranya dari sudut keadilan, yang merupakan ciri utama ajaran (hukum) Islam dan anjuran dalam berperilaku, adalah sangat tepat.

Penetapan zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditas-komoditas tertentu saja yang konvensional. Petani yang kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishab. Karena itu sangat adil pula apabila zakat profesi bersifat wajib pada penghasilan yang didapatkan para dokter, ahli hukum, konsultan dalam berbagai bidang, dosen, pegawai, dan karyawan yang memiliki gaji tinggi, dan profesi lainnya.

Di samping itu, kewajiban zakat atas usaha profesi merupakan investasi produktif yang menghasilkan sumber produktif. Yang berarti bahwa al maal harus diupayakan untuk tidak mandeg, agar fungsinya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat terpenuhi. Menurut syari’at, investasi mengutamakan hal-hal yang menyentuh kebutuhan pokok masyarakat, yakni berkenaan dengan sandang, pangan, dan papan yang dinilai vital dalam peningkatan kesejahteraan orang banyak.

Menurut Prof. Dr. Quraisy Shihab, ada tiga alasan yang bisa dijadikan landasan filosofis mengapa Allah SWT. mensyari’atkan kewajiban zakat. Dan juga merupakan pemaknaan yang tepat ketika zakat profesi menjadi wajib untuk ditunaikan. Menurutnya tiga alasan tersebut antara lain:

1. Istikhlaf (Penugasan sebagai Khalifah di Bumi) Allah SWT.
Istikhlaf adalah pemilik seluruh alam raya dan segala isinya, termasuk pemilik harta benda. Seseorang yang beruntung memperolehnya pada hakikatnya hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemiliknya (Allah SWT). Manusia yang dititipi itu berkewajiban memenuhi ketetapan-ketetapan yang digariskan oleh sang pemilik, baik dalam pengembangan harta maupun dalam penggunaannya.

Zakat merupakan salah satu ketetapan Tuhan menyangkut harta, bahkan shadaqah dan infaq pun demikian. Karena Allah SWT. menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk umat manusia seluruhnya, maka harta tersebut harus diarahkan guna kepentingan bersama. Allah melarang manusia memberikan harta benda kepada siapapun yang diduga keras akan menyia- nyiakannya, walaupun harta itu “milik” (atas nama) orang yang menyia- nyiakannya., karena tindakan penyia-nyiaan akan merugikan semua pihak.

Sejak semula Tuhan telah menetapkan bahwa harta hendaknya digunakan guna kepentingan bersama, bahkan agaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa “pada mulanya” masyarakatlah yang berwenang menggunakan harta tersebut secara keseluruhan, kemudian Allah menganugerahkan sebagian dari harta tersebut kepada pribadi-pribadi yang mengusahakan perolehannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

2. Solidaritas Sosial
Manusia adalah makhluk sosial.Kebersamaan antara individu dalam suatu wilayah membentuk masyarakat yan walaupun berbeda sifatnya dengan individu-individu tersebut, namun manusia tidak dapat dipisahkan darinya.

Manusia tidak dapat hidup tanpa adanya masyarakat,karena sekian banyak pengetahuan diperoleh manusia melalui masyarakatnya, seperti bahasa, adat istiadat, sopan santun, dan lain-lain. Demikian juga dalam bidang material, betapapun seseorang memiliki kepandaian, namun hasil-hasil material yang diperolehnya adalah berkat bantuan pihak-pihak lain, baik secara langsung dan disadari, maupun tidak langsung.

Seorang petani dapat berhasil karena adanya irigasi, alat-alat, makanan, pakaian, stabilitas keamanan yang kesemuanya tidak mungkin dapat diwujudkan secara mandiri. Demikian pula bagi seorang pedagang, siapakah yang menjual atau membeli dari dan kepadanya? Dari segi lain, harus disadari bahwa produksi apapun bentuknya, pada hakikatnya merupakan pemanfaatan materi-materi yang diciptakan dan dimiliki Tuhan. Dalam berproduksi, manusia hanya mengadakan perubahan, penyesuaian, perakitan satu bahan dengan bahan lain yang telah diciptakan Allah SWT.

Manusia mengelola, tetapi Tuhan yang menciptakan dan memilikinya. Dengan demikian wajar jika Allah memerintahkan untuk mengeluarkan sebagian kecil dari harta yang diamanatkannya kepada seseorang itu demi kepentingan orang lain.

3. Persaudaraan
Manusia berasal dari satu keturunan, antara seorang dengan lainnya terdapat pertalian darah, dekat atau jauh. Pertalian darah tersebut akan menjadi lebih kokoh dengan adanya persamaan-persamaan lain, yaitu agama, kebangsaan, lokasi, domisili, dan sebagainya.

Disadari oleh manusia semua bahwa hubungan persaudaraan menuntut bukan sekedar hubungan take and give (memberi dan menerima), atau pertukaran manfaat. Tetapi melebihi itu semua, yakni memberi tanpa menanti imbalan, atau membantu tanpa dimintai bantuan.

Kebersamaan dan persaudaraan inilah yang mengantarkan kepada kesadaran menyisihkan sebagian harta kekayaan khususnya kepada mereka yang membutuhkan, baik dalam bentuk dalam kewajiban membayar zakat, maupun shadaqah dan infaq.

Kewajiban membayar zakat profesi adalah sesuai dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan, kemauan berkorban, belas kasihan, dan suka memberi dalam jiwa seorang Muslim. Sesuai pula dengan prinsip kemanusiaan yang memang harus ada dalam masyarakat; ikut merasakan beban orang lain dan menanamkannya dalam keyakinan beragama juga, sebagai pokok sifat kepribadiaannya

Dari 2 sumber acuan alam isi kultum diatas, maka sangat bisa untuk kita membuat kultum singkat atau pendek islami yang sangat baik. Dengan memberikan sebuah kalimat tambahan maka anda mampu membuatnya lebih bagus dan sempurna dan menjadi nasehat yang baik. Selamat mencoba